Akar dari banyak sekali pertengkaran adalah keakuan. Ego. Belajar menjadi pintar itu baik. Bekerja keras agar berkecukupan juga baik. Tapi jangan pernah izinkan kepintaran dan kesuksesan itu membuat keakuan membesar dari hari ke hari. Setelah menjadi pintar, kemudian “minteri” orang lain. Giliran sukses di tangan, lupa daratan, rakus dan angkuh yang akut. Terutama karena ketersinggungan, kemarahan sebagai sumber banyak penyakit berawal dari harga diri yang terlalu tinggi.
Sebagai bahan renungan, indah sekali kalau bisa mendidik diri menjadi rendah hati dengan cara menghormati orang lain. Sebagaimana falsafah yang diajarkan bambu, begitu jiwa tumbuh tinggi sekaligus dekat dengan cahaya, ingat untuk merunduk penuh dengan rendah hati.
Bagi anak-anak muda yang masih lapar begini, lapar begitu, sukses adalah tujuan. Pengakuan dari orang-orang adalah sebuah kebanggaan. Tidak salah. Cuma hati-hati, pengakuan membuat Anda mengikuti selera orang. Dan salah sedikit akan menimbulkan pertengkaran yang besar. Oleh karena itu, dalam menempuh sukses ingat nasehat bijak yang penuh makna ini. Orang bodoh kalah sama orang pintar. Orang pintar kalah sama orang licik. Tapi ada orang yang tidak bisa dikalahkan baik oleh orang pintar maupun orang licik, dialah orang yang senantiasa beruntung. Dan diantara semua keberuntungan, memiliki hati yang indah adalah puncak semua keberuntungan. Terutama karena tatkala hati indah maka semua arah menjadi indah pula.
Sukses yang hanya berorientasi pengakuan, hanya persolan waktu, akan membuat Anda merasa terasing dalam tubuh Anda sendiri. Mirip dengan kelinci yang memaksa diri menjadi kupu-kupu. Aneh, asing, kesepian, begitulah rasanya jiwa di dalam. Untuk itu, siapkan mental sejak awal belajar menjadi diri sendiri. Bila pengakuan membuat jiwa terasing dalam tubuh sendiri, ketekunan untuk menjadi diri sendiri membuat Anda sangat berkecukupan di dalam. Seperti sebuah cerita zen. Saat hujan, ayam berteduh di bawah pohon, bebek mencemplungkan dirinya ke kolam. Keduanya mengambil jalan berbeda, tapi keduanya bahagia apa adanya. Itulah sukses yang mendalam, tanpa pertengkaran.
Pertengkaran identik dengan marah. Keadaan mudah marah adalah masukan kalau seseorang bertempur keras di dalam dirinya. Oleh karena itu mengapa orang marah tinggi nada bicaranya. Padahal berhadap-hadapan. Sebab hatinya yang menjauh, walau badan berdekatan. Dan pertempuran di dalam diri berawal dari rasa yang tidak pernah puas. Ada saja yang terasa kurang. Jangankan banyak hutang, bahkan kekayaan berlimpah pun, masih terasa kurang. Di titik inilah seseorang perlu mendidik diri untuk merasa berkecukupan. Rasa berkecukupan adalah surga jinjing yang Anda bawa ke mana pun Anda pergi.
Pertanyaannya kemudian, apakah ada obat spiritual yang bisa menyembuhkan banyak penyakit kejiwaan seperti di atas? Ada, obat itu bernama keikhlasan. Sedihnya, menjadi ikhlas di zaman ini susah. Sayangnya, ikhlas susah dicari. Terutama karena ego manusia cenderung membesar. Jangankan orang sukses dan kaya, orang yang gagal dan miskin pun ada yang egonya besar. Sarannya kemudian, bila mau meminum obat keikhlasan, belajar memperkecil ego. Menyapu, mengepel, memungut sampah adalah sebagai bentuk latihan. Kemudian sirami dengan air rasa cukup sedikit demi sedikit, sabar dari hari ke hari. Rasa cukup adalah fondasi semua kebaikan dan kedamaian. Tidak saja berkecukupan secara materi, tapi juga berkecukupan dalam pencapaian spiritual. Jangankan uang dan barang, pencapaian spiritual pun layak untuk diberi judul “cukup”. Berkecukupan secara materi membuat orang berhenti didikte keinginan-keinginan duniawi. Berkecukupan secara spiritual membuat orang berhenti didikte keinginan-keinginan surgawi yang berlebih. Tatkala kedua keinginan ini terkendali, kedamaian mekar seperti bunga indah. Tanpa rasa berkecukupan, tidak ada satu pun jalan yang bisa membimbing Anda menuju kedamaian mendalam. Rasa berkecukupan adalah lentera di dalam yang tidak bisa ditiup oleh angin mana pun, termasuk angin pertengkaran.
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, beliau berkata, “Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, ‘Siapakah orang yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Setiap orang yang bersih hatinya dan benar ucapannya.’ Para sahabat berkata, ‘Orang yang benar ucapannya telah kami pahami maksudnya. Lantas apakah yang dimaksud dengan orang yang bersih hatinya?’ Rasulullah menjawab, ‘Dia adalah orang yang bertakwa (takut) kepada Allah, yang suci hatinya, tidak ada dosa dan kedurhakaan di dalamnya serta tidak ada pula dendam dan hasad.’ (Rowahu An-Nasa’i)
Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang.
alhamdulillah. assalamualaikum..
semoga Allah memberikan ketetapan kesehatan hidayah dan Rezeki yang melimpah barokah kepada kita semua, Aamiin Aamiin Aamiin ya robbal alamin
Alhamdulillah jazkumullohu hoiro….