Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Pada akhirnya, mau tak mau, saya minta bantuan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Hanya sekedar pengin tahu bentuk baku kata ini. Pastinya. Biar tak salah. Ternyata bentuk bakunya adalah rezeki. Bukan rejeki, rizqi ataupun rizki. Namun dalam banyak kesempatan, kita tidak mempermasalahkan mau pakai yang mana. Baik dalam tulisan maupun percakapan. Yang penting tahu maksudnya. Bahwa rezeki, yang dimaksud, adalah segala pemberian dari Allah untuk memelihara kehidupan ini.
Entah kenapa, tiba-tiba terlintas keinginan untuk segera menuliskannya. Ada perasaan takut lupa dan takut tertinggal dalam berbagi rezeki rupanya. Padahal tidak lagi dirundung susah, juga tidak lagi turah-turah (berlebih). Lingkungan juga mendukung, masih tampak indah di sana-sini. Ada keluhan, ada juga kebahagiaan. Ada keberhasilan dan juga ada kegagalan. Keinginan terus berproduksi lagi dan lagi. Namun, masih dipuncaki kesyukuran di atasnya. Dan menyadarkan pemikiran sepenuhnya bahwa sesuatu yang tidak terukur, tidak terlihat dan tidak ternilai itu sering diabaikan. Padahal itulah sebagian rezeki yang orang banyak cari.
Ada baiknya, mari tetirah bersama dulu sambil mengulik nasihat tua mengenai rezeki ini. Para guru telah mengajarkan, menuliskan dan mengingatkan sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengenai rezeki ini.
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ.
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama 40 hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama 40 hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643)
Dari sini, semua tahu, rezeki adalah salah satu ketentukan dari Yang Maha Kuasa. Semua makhluk sekedar menjalankan skenario-Nya. Sampai-sampai para pekerja seni, pejuang jalan raya, menuliskan dengan indah di bak truk miliknya sebagai pengingat. Bunyinya; “Takdir itu seperti perkosaan, kalau tidak mampu melawan, nikmati saja!” Tak sadar, tersungging senyum di bibir. Pembelajaran indah dari jalan raya, bagaimana menguak takdir kehidupan ini. Kreatifitas, itulah kuncinya.
Dalam salah satu riwayat Imam Ibnu Majah, dari jalur Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda;
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
”Wahai manusia bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah dalam mencari rezeki, karena seseorang tidak akan mati sehingga telah sempurna rezekinya, walaupun dia melambatkan darinya, maka bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah dalam mencari rezeki, ambillah apa-apa yang halal dan tinggalkanlah apa-apa yang haram.” (HR Ibnu Majah)
Memahami hadits ini sangat membahagiakan. Serasa melengkapi tulisan pekerja seni truk di atas. Ada sebentuk cahaya-cahaya pencerahan yang tumbuh menyelinap ke dalam dada. Dan tak terasa, mengalir rasa senang dibarengi rasa syukur yang tak habis-habisnya di sana. Hasilnya menelurkan mutiara hikmah untuk menjadi pundi-pundi pengingat. Pertama, hubungan rezeki dan takwa. Bahwa dalam mencari rezeki, hal yang paling mendasar yang harus dimiliki adalah ketaqwaan. Carilah rezeki atas dasar takwa. Tanpa ketakwaan ini akan menghancurkan segala usaha dan cita-cita. Kalau berhasil sombong dan kalau gagal mengeluh dan putus asa. Qorun contohnya. Jangan ditiru.
Kedua, hubungan rezeki dan usaha. Walau sudah menjadi ketentuan, ada kewajiban untuk menemukan jalan rezeki kita sebagai bagian dari qodar dan memperbaikinya, jika qodar itu ternyata jelek buat kita. Maka Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengingatkan untuk memperbaiki usaha sampai ajal menjemput. Usaha terus – menerus untuk menggapainya. Dan dijamin pasti akan menemukan jawabannya, miskin apa kaya. Sebab batas akhir pemberian rezeki adalah sampai mati. Jadi sangat salah jika mengartikan pemahaman dalam hal ini sebagai bentuk pemalasan. Kolonel Sanders pemilik KFC contohnya. Setelah tua baru kaya.
Ketiga, hubungan rezeki dan halal-haram. Ada aturan dalam mencari rezeki, yaitu untuk tetap mencari yang halal dan meninggalkan yang haram. Jangan terprovokasi dengan ujaran; mencari yang haram saja susah, apalagi yang halal. Sebab semua rezeki yang diberikan Allah itu, asalnya dalam bingkai kehalalan. Kadang jalan yang ditempuh untuk mendapatkan rezeki tersebut menjadi sebab ketidakhalalannya. Atau dengan kata lain, konteks memperbaiki rezeki itu ada dua; pertama memperbaiki caranya melalui usahanya atau ikhtiarnya dan kedua memperolehnya dengan cara halal atau haram. Dennis Lim contohnya, yang hijrah dari bandar judi menjadi ustadz.
Melengkapi situasi yang terjadi dalam hal ini, ada ajaran doa indah dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam yang diminta para pendahulu untuk menghadapi berbagai kesulitan dalam mencari rezeki. Doanya:
اَللّٰهُمَّ اَكْفِنِيْ بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ.
“ Ya Allah, berilah aku kecukupan dengan rezeki yang halal, sehingga aku tidak memerlukan yang haram, dan berilah aku kekayaan dengan karuniamu, sehingga aku tidak memerlukan bantuan orang lain, selain diri-Mu.” (HR. At-Tirmidzi)
Bahkan ada cara yang agak lain, menghentak dan menghanyutkan, dari penekun pelantun doa dalam mengais rezeki. Ini dari seorang fuqoha dan ulama tempo dulu yang patut untuk diteladani. Ia selalu mengucapkan do’a seperti ini.
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﺭﺯُﻗﻨَﺎ ﻛَﻤَﺎ ﺗَﺮﺯُﻕُ ﺍﻟﺒُﻐَﺎﺙَ
”Ya Allah, berilah aku rezeki sebagaimana Engkau memberi rezeki kepada bughats.”
Apakah “bughats” itu? Ternyata “bughats” adalah anak burung gagak yang baru menetas. Ketika sudah besar baru dia disebut gagak (ghurab). Nah, anak burung gagak ketika baru menetas warnanya bukan hitam seperti induknya, karena ia lahir tanpa bulu. Kulitnya berwarna putih. Saat induknya menyaksikannya, ia tidak terima itu anaknya, akibatnya ia tidak mau memberi makan dan minum, lalu hanya mengintainya dari kejauhan saja. Anak burung kecil malang yang baru menetas dari telur itu tidak mempunyai kemampuan untuk banyak bergerak, apalagi untuk terbang. Lalu bagaimana ia makan dan minum?
Allah Yang Maha Pemberi Rezeki yang menanggung rezekinya, karena Dialah yang telah menciptakannya. Allah menciptakan aroma tertentu yang keluar dari tubuh anak gagak tersebut sehingga mengundang datangnya serangga ke sarangnya. Lalu berbagai macam ulat dan serangga berdatangan sesuai dengan kebutuhan anak gagak dan ia pun memakannya. Keadaannya terus seperti itu sampai warnanya berubah menjadi hitam, karena bulunya sudah tumbuh. Ketika itu barulah gagak mengetahui itu anaknya dan ia pun mau memberinya makan sehingga tumbuh dewasa untuk bisa terbang mencari makan sendiri. Menakjubkannya, secara otomatis aroma yang keluar dari tubuhnya pun hilang dan serangga tidak berdatangan lagi ke sarangnya.
Itulah berbagai sikap dan sedikit pemahaman terkait rezeki. Puncaknya adalah ketawakalan. Usaha, doa dan tawakal di ujungnya. Mudah-mudahan menjadi cahaya penerang dalam perjalanan hidup ini. Di dalam usaha terus mencoba berbagai upaya. Gagal satu, coba yang lain. Gagal lagi, coba yang lain lagi. Dalam berdoa bisa memilih yang disuka. Mau mengikuti doa pertama boleh, atau meniru doa yang kedua juga tidak masalah. Atau punya doa lain yang serupa, sesuai keyakinan diri masing-masing. Yang jelas semakin banyak berdoa semakin baik dan berkah. Dan di ujungnya digawangi pintu tawakal sepenuhnya.
Dengan tahu semua ini, apakah kita masih ngoyo dalam mencari harta-dunia? Pertanyaan ini tidak perlu dijawab. Masing-masing kita akan punya beberapa hujjah/alasan untuk menjawab pertanyaan ini. Dan masing-masing punya kiblat sebagai acuan. Semua ada dalil dan atsarnya. Hanya satu yang ingin saya ingatkan dalam menjawab hal ini, yaitu keadaan yang ada saat ini – sebagai introspeksi dan wasiat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam akan datangnya Al-Wahnu yaitu penyakit hubbud-dunya wa karohiyatul-maut (cinta dunia dan benci mati). Apakah ada kemelekatan itu saat ini??? Wallahul musta’an. Hanya kepada Allah, kita minta pertolongan.