Nganjuk (3/7). Di antara banyak karunia Allah yang diberikan kepada manusia, tak ada yang melebihi mahalnya nikmat hidayah. Hal tersebut disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Al Ubaidah, Kertosono, Habib Ubaidillah Al Hasaniy, pada Rabu, 22 Juni 2016 di kanal Youtube resmi LDII TV.
“Hidayah itu nikmat paling besar. Tanpa hidayah, kita tidak mungkin mengenal Islam, tidak mungkin punya iman,” ujar Habib Ubaidillah.
Ia mengingatkan, hidayah adalah pintu awal seseorang bisa memahami agama dan memegang teguh keimanan, yang bahkan menjadi kekaguman Nabi Muhammad SAW. Terlebih bagi umat Islam yang hidup di akhir zaman, di tengah gempuran fitnah dan kerusakan moral, keimanan justru menjadi sesuatu yang istimewa.
Dalam ceramahnya, Habib Ubaidillah mengisahkan dialog Rasulullah SAW bersama para sahabat soal keimanan siapa yang paling mengagumkan. Ketika ditanya Nabi, para sahabat menjawab, keimanan para malaikat lah yang paling hebat karena mereka tak pernah melanggar perintah Allah.
“Tapi Rasulullah membantah. Malaikat memang selalu taat, tapi mereka hidup dekat dengan Allah, jadi wajar,” kata Habib Ubaidillah.
Para sahabat kemudian menyebut keimanan para nabi, yang tetap teguh meski menghadapi ujian berat. Namun, jawaban itu juga ditolak oleh Rasulullah. Alasannya, para nabi adalah penerima wahyu langsung, sehingga keimanan mereka punya fondasi yang kuat.
Tak berhenti di situ, para sahabat mencoba lagi dengan menyebut keimanan diri mereka sendiri, yang beriman meski menghadapi cobaan bersama Rasulullah. “Tapi Nabi tetap menolak jawaban itu. Karena beliau hidup di tengah-tengah sahabat, jadi mereka bisa menyaksikan langsung kebenaran,” kata Habib Ubaidillah yang juga anggota Departemen Pendidikan Keagamaan dan Dakwah DPP LDII.
Rasulullah kemudian menyebut, keimanan paling mengagumkan adalah milik orang-orang yang hidup setelah beliau wafat. Orang-orang ini, lanjut Habib Ubaidillah, tak pernah melihat Allah, tak pernah bertemu dengan Nabi, tapi mereka tetap beriman hanya dengan membaca tulisan-tulisan dan pesan-pesan yang diwariskan.
“Itulah kita, umat Islam akhir zaman. Keimanan kita yang dibangun tanpa pertemuan langsung dengan Nabi, justru itu yang membuat Rasulullah kagum,” katanya.
Habib Ubaidillah mengingatkan, keimanan itu harus dijaga sampai akhir hayat. Ia mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an, “*Wa’bud rabbaka hatta yatiyakal yaqin*” — sembahlah Tuhanmu sampai datang keyakinan, yang dimaknai sebagai kematian.
Menurutnya, di tengah situasi dunia yang penuh dengan penurunan moral dan krisis akhlak, bersyukur atas nikmat Islam dan iman adalah kewajiban. “Di tengah puing-puing kerusakan itu, iman harus terus dipertahankan. Jangan lengah,” ujarnya.
Ia juga menganjurkan agar umat Islam senantiasa berdoa, memohon ketetapan hati dalam keimanan. Sebab, mempertahankan hidayah adalah perjuangan seumur hidup.
“Doa paling mahal adalaah minta keteguhan iman. Itu yang akan bawa kita pada kebahagiaan abadi di sisi Allah,” tutup Habib Ubaidillah.