Jakarta (26/11). Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin resmi membuka Musyawarah Nasional (Munas) X Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam kesempatan itu, Ma’ruf Amin mengingatkan agar MUI terus melaksanakan kebaikan terdahulu dari ormas Islam tersebut dan ide-idenya bisa diterima oleh masyarakat secara luas.
Perihal melanjutkan kebaikan MUI, ia menegaskan tugas organisasi kemasyarakatan itu adalah meneruskan mata rantai kebaikan pengurus MUI terdahulu. Menurutnya, betapapun besar atau kecil, setiap pengurus MUI selalu menorehkan prestasi kebaikan.
“Masing-masing pengurus pada periodenya itu membuat semacam prestasi-prestasi, betapapun besar dan kecilnya, itu merupakan rentetan, merupakan silsilah, mata rantai perbuatan baik yang dilakukan masing-masing pengurus,” ujarnya saat mengisi sesi ramah tamah, Rabu (25/11) malam di Hotel Sultan, Jakarta.
Tradisi melahirkan kebaikan semacam itu, menurutnya, harus terus dibangun oleh MUI pada masa mendatang. Tentu saja, kata dia, perbaikan itu lebih kepada hal-hal yang sifatnya operasional bukan yang bersifat prinsipil, sehingga tidak melenceng dari jalur MUI.
“Operasionalisasi MUI harus dilakukan perbaikan-perbaikan untuk memberikan nilai yang lebih baik lagi. Supaya nilai manfaatnya lebih besar lagi. Bagaimana kita memperbesar kemaslahatan, kemudian mengecilkan bahaya dan gangguan. Bagaimana bahaya itu kita perkecil lagi dengan cara yang lebih baik dan efektif,” ungkapnya.
Selain aktif merespon situasi terkini, menurut dia, jalan mewujudkan kebaikan seperti itu harus terus dipupuk. Sehingga MUI tidak hanya merespon apa yang dilihat secara reaktif, namun juga membuat arus baru yang membawa kemaslahatan, “Itulah yang saya sebut sebagai prinsip terus melakukan perbaikan secara berkelanjutan, tidak pernah berhenti melakukan perbaikan, itu merupakan tanggung jawab yang harus terus kita laksanakan,” ujarnya.
Dua Ide Besar MUI
Menurut Ma’ruf Amin, terdapat dua ide besar MUI untuk menjaga umat yang kini sudah disahkan secara nasional. Dua ide besar adalah sertifikasi halal dan ekonomi syariah yang sudah menjadi sistem nasional. Ini merupakan pencapaian yang besar dari ide besar. Apalagi dengan status Indonesia yang sedari awal disepakati bukan negara agama. Itu menunjukkan ide besar MUI tersebut diterima, meski tidak semua, oleh banyak pihak.
Kiai Ma’ruf menyampaikan, bagaimana ide-ide besar baru seperti itu bisa diterima menjadi tantangan MUI mendatang. Pascaacara Pembukaan Munas MUI 2020 itu, Kiai Ma’ruf menyampaikan, MUI memang sudah harus merancang ide besar lain yang dituangkan dalam rekomendasi, tausiah, maupun program. Dia berharap pengurus yang akan datang bisa menjalankan ide-ide besar hasil keputusan bersama tersebut dan mengusahakan diterima banyak kalangan.
Menurut Kiai Ma’ruf, kiat supaya ide besar itu bisa diterima bahkan sampai melembaga seperti sertifikasi halal maupun ekonomi syariah, perlu ada kesadaran untuk berkomunikasi yang baik dan strategis, “Mari kita membiasakan, bukan sebuah keinginan kita bicarakan sendiri lalu kita gaungkan sendiri, tapi kita diskusikan, wasyaawirhum fil amri, kalu sudah musyawarah menjadi suatu keputusan, faida azamta fatawakkal ‘ala Allah, kita terus perjuangkan bagaimana supaya kita berhasil,” paparnya.
Dalam konteks Indonesia, Maruf melanjutkan, sistem yang berlaku adalah kesepakatan nasional. Maka MUI harus berjalan di atas kesepakatan itu supaya ide-ide besarnya terlaksana.
“Maka saya sering mengatakan, kita Muslim Indonesia itu, Muslim kaaffah ma’al mitsaq. Muslim yang kafah pada ibadah, muamalah dan akhlak, itu namanya kafah. Namun kita ada kesepakatan nasional yang harus kita jalani. Di sinilah spesifikasi khususnya kehidupan umat Islam di Indonesia,” ungkapnya.
“Prinsip seperti itu yang terus kita bangun dan itu merupakan al baqiyatus sholihat, jadi itu dalam rangka bagaimana syariat bisa diterapkan dalam suatu kehidupan melalui suatu upaya dan bagaimana orang bisa menerima dengan baik, artinya orang mentafadholkan, apa yang kita gerakkan, mereka menerima,” paparnya.