Jakarta (8/6). Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) Minhajushobirin menyelenggarakan wisuda purna siswa angkatan kelima di Gedung Serbaguna Minhajushobirin, Jakarta Timur, pada Sabtu, (8/6). Dalam wisuda itu, pemerintah melalui Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Islam (PAKIS) DKI Jakarta, Ahmad Jahid mengatakan terdapat beberapa perbedaan mendasar antara PKPPS dengan sekolah umum.
“Di PKPPS, penekanan pada pendidikan agama sangat kuat. Berbeda dengan sekolah umum, pendidikan kesetaraan di pondok pesantren mengacu pada kurikulum pondok pesantren yang ditambah dengan pembelajaran lainnya, seperti program IPA. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan santri yang tidak hanya berprestasi dalam konteks keagamaan tetapi juga dalam bidang pendidikan umum,” jelas Ahmad Jahid.
PKPPS berada di dalam lingkungan pondok pesantren, sehingga proses pembelajarannya sangat berbeda dengan sekolah umum. “Santri di pesantren mengikuti kurikulum pondok pesantren yang terintegrasi dengan pendidikan kesetaraan. Mereka dibimbing selama 24 jam oleh pendamping atau murabbi yang kompeten, sehingga proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) terstruktur dengan baik,” tambahnya.
Pria yang kerap disapa Jahid ini menekankan bahwa tujuan utama dari pendidikan di PKPPS adalah untuk mengantarkan santri ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sesuai dengan keinginan mereka. “Diharapkan alumni PKPPS dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang mereka idamkan dan sesuai dengan cita-cita mereka,” ujarnya.
Dengan pendidikan yang terstruktur dan pembinaan yang intensif, PKPPS berupaya mencetak santri yang berkualitas dan mampu berkontribusi positif bagi masyarakat. “Semoga lulusan PKPPS dapat menjadi rahmat bagi kita semua dan memenuhi harapan orang tua serta masyarakat,” kata Jahid.
Sementara itu, Pembina Yayasan Minhajushobirin, KH Deni Rahmat Bonani menjelaskan, alasan di balik pemilihan tema “Pendidikan Karakter Nasionalis Era Society 5.0”, untuk menyoroti pentingnya pemanfaatan teknologi informasi yang tetap mempertahankan nilai-nilai nasionalisme.
KH Deni Rahmat Bonani menekankan bahwa dalam kehidupan ini, teknologi informasi harus dimanfaatkan dengan tetap menghadirkan aspek kemanusiaan. Teknologi tidak bisa lepas dari kendali manusia. “Teknologi itu harus dikendalikan oleh orang yang berakhlakul karimah, alim, faqih, dan mandiri. Di sinilah peran kami di Minhajushobirin Islamic School untuk menyiapkan anak-anak dengan pemahaman yang baik, karakter yang mulia, serta kemampuan untuk mandiri,” ujar KH. Deni.
Di Minhajushobirin Islamic School, pendidikan tidak hanya berfokus pada teknologi tetapi juga pada pengembangan karakter dan kemandirian siswa. “Foundation kami ada dua hal: pertama, pengertian baik dan berakhlakul karimah; kedua, kemandirian. Kami menyiapkan anak-anak agar mereka mampu berkompetisi tidak hanya di tingkat regional, tetapi juga internasional,” jelas KH. Deni.
Ia juga menekankan pentingnya menyiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan di masa depan, terutama dalam mengisi generasi emas 2045. “Pada tahun 2045, Indonesia akan mengalami bonus demografi dengan banyaknya usia produktif. Anak-anak kita harus disiapkan dengan keterampilan yang baik dan siap untuk berkompetisi, sehingga mereka bisa membawa dampak positif bagi Indonesia dan mengharumkan nama baik dari unsur pendidikan Minhajushobirin Islamic School,” pungkasnya.
Sedangkan, Pimpinan Pondok Pesantren Minhajushobirin, Samsul Hadi, menjelaskan pendekatan terpadu yang diterapkan di pondok pesantren ini, menggabungkan kurikulum dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dengan kurikulum agama.
“Alhamdulillah, penggabungan antara kurikulum yang dikeluarkan oleh Diknas Mendikbud dengan kurikulum agama berjalan dengan baik. Misalnya, pada pagi hari dari Senin sampai Kamis, siswa mengikuti sekolah umum, kemudian setelah Zuhur hingga malam hari, mereka mengikuti kurikulum pondok pesantren,” ungkap Samsul Hadi.
Pendekatan ini diharapkan menghasilkan lulusan yang tidak hanya berpendidikan tinggi dalam ilmu pengetahuan umum tetapi juga memiliki pemahaman agama yang kuat. “Harapan kami sebagai pimpinan pondok adalah agar anak-anak setelah lulus bisa bergabung dan berkontribusi dalam masyarakat. Dengan adanya pondok berbasis kurikulum umum dan agama, mereka diharapkan mampu membentuk karakter masyarakat yang baik di samping menguasai ilmu dunia,” tambahnya.
Selain itu, di Pondok Pesantren Minhajushobirin, siswa juga diajarkan keterampilan hidup yang memungkinkan mereka untuk mandiri. “Kami mengajarkan keterampilan hidup yang diharapkan bisa memberikan keahlian praktis selain kemampuan dakwah. Dengan demikian, mereka tidak hanya ahli dalam bidang agama tetapi juga mampu mengaplikasikan ilmu dunia secara mandiri dan tidak menjadi beban, justru menjadi inspirasi bagi masyarakat,” pungkasnya. (FWI/LINES)