LDII meyakini prinsip kehati-hatian dalam ekonomi syariah adalah penyelamat dari krisis. Sebab pada dasarnya kegiatan ekonomi yang dibiarkan tak terkendali, akibat keserakahan mampu menciptakan krisis yang menyebabkan penderitaan yang luas dan dalam jangka waktu yang panjang.
Melihat krisis Amerika Serikat lalu Eropa sejak 2008, merupakan gambaran nyata bagaimana kegiatan ekonomi yang riba, membuat utang sebagai jaminan, permainan valas, dll mengakibatkan dunia masuk dalam belenggu hutang luar negeri lebih dalam.
“Prinsip kehati-hatian dalam ekonomi syariah dimulai dengan hal-hal yang kecil, misalnya transaksi harus melibatkan barang secara konkrit. Terdapat larangan menjaminkan utang untuk memperoleh utang. Inilah yang membuat usaha dan perbankan dengan sistem ekonomi syariah selalu selamat dari ancaman krisis maupun kerugian yang besar,” ujar Ketua DPP LDII yang juga Wakil Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Sulsel Hidayat Nahwi Rasul.
LDII bahkan telah mengembangkan sistem pembiayaan dan kredit secara syariah sejak 1990-an. Tak kurang 10 Baitul Mal Watanwil yang dikelola warga LDII, menjadi tulang punggung pembiayaan UKM di kota-kota tempat mereka beroperasi. Momentum untuk berbagi keberkahan ekonomi syariah ini, kembali didengungkan LDII dalam acara Seminar Nasional Ekonomi Syariah: “Pengembangan Ekonomi Syariah Menghadapi ASEAN Economic Community”, sebagai rangkaian kegiatan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) LDII pada April mendatang.
Acara yang dihelat di Makassar, Sulawesi Selatan pada 22-24 Februari itu didahului dengan gerakan menabung di perbankan syariah. Acara ini diprakarsai oleh MUI Sulsel, LDII, dan MES. Gerakan yang dinamai Gerakan Menabung Syariah (Gemesy) itu diresmikan di Training Center Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin itu, mampu menarik nasabah baru dengan tabungan senilai Rp 700 juta. Targetnya, mampu menghimpun 33 ribu nasabah baru dengan setoran Rp 4 milliar.
“Asumsinya dengan warga LDII sekitar 33 ribu orang menyumbang Rp 33 miliar dengan setoran Rp 100 ribu per orang, dan Rp 700 juta dari kalangan luar. Jadi totalnya Rp 4 miliar,” Ketua DPW Sulsel Profesor Haryanto. Kendala gerakan ini, menurut Haryanto adalah masih minimnya cabang-cabang perbankan syariah di seluruh Sulsel. Meskipun menghadapi kendala, Haryanto menegaskan, Gemesy harus mampu menumbuhkan kesadaran untuk melaksanakan kegiatan ekonomi dan pembiayaan berdasarkan syariah.
“Kami menginginkan sistem perekonomian yang berbasis sosial dan memihak ke semua pihak dengan sistem syariah. Langkah awal dengan mengadakan seminar ini. Didalamnya akan dibahas mengenai konsep ekonomi syariah,” ujar Haryanto.
Hidayat Nahwi Rasul menegaskan dengan Gemesy, masyarakat semakin sadar mengenai prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan ekonomi. Dengan demikian, meskipun setiap usaha memiliki risiko, dengan ekonomi berbasis syariah, kerugian dapat ditekan seminimal mungkin. “Kami berharap langkah LDII ini diikuti oleh komunitas-komunitas lain untuk perbaikan ekonomi, baik pertumbuhan, pemerataan, dan mengurangi kesenjangan ekonomi,” ujarnya.
Hidayat meyakini ekonomi syariah bisa mempercepat akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dibandingkan ekonomi kapitalisme liberal, yang cenderung menguntungkan diri sendiri, mendorong terciptanya kesenjangan sosial di berbagai belahan dunia.
Sistem bagi hasil yang diterapkan bank syariah akan saling menguntungkan sehingga tidak mengenal rugi karena akan dibagi merata. “Gerakan ekonomi syariah merupakan contoh ekonomi kerakyatan yang mendorong kemakmuran bersama dan tidak menimbulkan kesenjangan antara miskin dan kaya,” ujarnya. Ketua Gerakan Menabung Syariah (Gemesy), H Ishak Andi Ballado, mengatakan, gerakan menabung syariah untuk menyadarkan masyarakat agar kembali beraktivitas secara syariah.
“Semua bank syariah akan kami libatkan, potensi bisa mencapai Rp 4 miliar setiap bulan jika para anggota LDII mengajak keluarganya. Dan pengusaha ikut bergabung,” ujar Ishak. Pengamat Ekonomi Syariah dari LDII sekaligus ekonom Universitas Hasanuddin, Dr Sanusi Fattah, mengatakan, ekonomi syariah merupakan sistem yang telah lama hilang. Saat ini harus digelorakan karena sudah lama tidak pernah dikaji. “Sistem syariah penting karena dalam kegiatan ekonomi tujuannya untuk meningkatkan pendapatan, pemerataan, kesempatan kerja, dan mengurangi tingkat kemiskinan,” jelasnya.
Sanusi mengatakan, setiap seminar ekonomi syariah, panitia seharusnya langsung mengarahkan peserta untuk mempersiapkan data-data untuk pembukaan tabungan. “Potensi ini harus dimanfaatkan untuk membangkitkan gerakan menabung syariah. Sulsel merupakan penggagas sistem ini,” tutupnya. Keinginan LDII menghimpun dana masyarakat patut diacungi jempol. Dengan adanya program tersebut diharapkan mampu mendongkrak kinerja perbankan syariah khususnya dalam hal penarikan dana dari masyarakat.
Kabar bagus lainnya datang dari data Bank Indonesia (BI), bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) bank syariah mengalami pertumbuhan 39,50%. Pada 2013 realisasi DPK mencapai Rp 2,8 triliun atau mengalami peningkatan dibandingkan 2012 yang mencapai Rp2,06 triliun. Inilah nikmatnya prinsip kehati-hatian, negara maju dan masyarakat makmur. (LINES/LC/Foto: Ilmadin Husain)