Bekasi(20/10) – Allah sangat menyayangi hambanya dengan memberikan petunjuk menjalani kehidupan lewat agama. Salah satu yang menjadi ladang pahala adalah menikah.
Paguyuban warga LDII Bekasi Barat (jamsirat) menghelat seminar tentang pernikahan Life After Mariage (LAM). Hadir 200-an generus usia nikah memadati masjid Baitul Haq, Kayuringin Jaya, Kota Bekasi. Sebelumnya, perhelatan ini sudah berjalan dengan mengambil tema pernikahan yang ditinjau dari segi ilmu kesehatan dan edukasi seks.
Pada perhelatan yang kedua ini, LAM mengambil sudut pandang dari psikologi pernikahan dan kesiapan mental. Anggota DPP LDII Departemen Pendidikan Umum dan Pelatihan H. Nana Maznah, pakar psikologi sekaligus ‘Sahabat Keluarga’ Kemendikbud menjadi narasumber.
Perhelatan LAM ini sebenarnya untuk menjawab sebuah permasalahan. Saat ini muncul fenomena dalam dalam rumah tangga pasangan muda. Diakui salah satu Dewan Penasihat DPP LDII Kota Bekasi Arif Wahyudi yang meninjau acara, banyak pasangan muda gagal membina perkawinan yang sakinah, mawaddah, dan warohmah.
Namun, ada pula pasangan yang berhasil membina pernikahannya sejak akad hingga seterusnya. Pernikahan memang tidak seindah di telenovela. Oleh sebab itu, perlu ada yang dipersiapkan mulai dari fisik sampai psikis.
“Hal itulah yang membuat kami mantap membuat seminar tentang pentingnya edukasi diri untuk bekal setelah pernikahan. Terbentuklah nama Life After Marriage, yang di dalamnya membahas seluruh garis-garis inti dalam permasalahan yang ada di rumah tangga,” ujarnya.
Lalu bagaimana membina pernikahan agar selalu sakinah, mawaddah, dan warohmah? Nana Maznah dalam seminar LAM menyarankan, sebelum menikah, muda-mudi harus melakukan periksa diri. Lihat kedalam diri kita sendiri, bagaimana perlilaku kita terbentuk mulai dari kandungan, balita, remaja, hingga matangnya usia.
“Semua pengalaman masuk alam bawah sadar, ketika berinteraksi dengan orang lain, hal itu akan dibawa. Pengalaman itu tercermin dalam perilaku dirinya,” ujarnya.
Banyak hal yang bisa mempengaruhi perilaku diri. Namun keluarga adalah faktor yang sangat mempengaruhi seseorang. Hubungan antar ayah dan ibu ataupun orangtua dengan anak berpengaruh terhadap perkembangan karakter, kepribadian, kepercayaan setiap individu, maupun mempengaruhi cara pandang pernikahan.
Masa kecil sangat penting dalam membentuk kepribadian seseorang di masa dewasa. Seorang dewasa yang memiliki karakteristik kepribadian negatif biasanya saat lima tahun pertama kehidupan ia kurang mendapatkan kasih sayang yang cukup dari orangtua.
Tuntas dengan diri sendiri, tentu harus tuntas permasalahan bersama pasangannya. Jika proses deteksi diri sendiri sudah tuntas, bantulah pasangan untuk mendekati dirinya. Apakah ada persoalan-persoalan yang belum tuntas dan mengganjal, ini yang perlu dilakukan.
“Membangun hubungan dengan pasangan, bukan berdiri sendiri, tetapi berelasi satu dengan yang lainnya. kemudian mendeteksi dini apa saja dalam perkawinan itu yang dilihat dalam indikator persoalan,” ujarnya.
Jika ada persoalan harus dibicarakan dengan pasangan. Jika belum menemukan jawaban, maka bicarakan dengan orang yang bisa dipercaya, psikolog, atau konselor pernikahan.Namun demikian, Nana Maznah berpendapat,tidak ada pernikahan yang sempurna karena pernikahan adalah proses menuju kesempurnaan dan kematangan dua pribadi.
“Sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang memberi untuk orang lain. Begitu pula pernikahan, untuk mencapai pernikahan yang bahagia tidak bisa hanya mendengarkan dari buku atau seminar saja,” ujarnya.
Harapannya, peserta harus bisa mempraktekkannya dan berusaha menghadapi ketika terjadi suatu masalah. Bila ada perbedaan itu tidak diatur dengan baik, melalui komunikasi, keterbukaan, respek, kepercayaan, maka akan timbul persoalan dalam pernikahan. Untuk itu diperlukan kesiapan mental menerima kekuatan dan kelemahan masing-masing pasangan.