MADINAH- Sebanyak 92 ribu jamaah haji yang akan menunaikan ibadah shalat arbain (shalat wajib 40 waktu) di Masjid Nabawi, Madinah, bakal disambut oleh cuaca tak menentu akibat perubahan musim. Bulan November merupakan peralihan dari musim panas ke musim dingin di Arab Saudi. Ketika musim panas, suhu rata-rata mencapai 43 derajat celcius. Sementara pada musim dingin, suhu rata-rata 13 derajat. Saat ini, suhu di Madinah berubah tak menentu. Terkadang 40 derajat, pada saat yang lain anjlok menjadi 32 derajat. Di pagi hari, suhu rata-rata 19 derajat.
Kelembaban udara atau rate humidity juga sangat rendah sehingga jamaah haji rawan dehidrasi. Pada Jumat (9/11) kemarin, kelembaban udara di Madinah hanya 16%. Padahal, pada suhu yang sama, kelembaban udara di Indonesia berkisar antara 73-87%. Perubahan suhu yang drastis itu bisa memicu beragam penyakit, terutama bagi mereka yang sudah lanjut usia dan tidak fit. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), flu, batuk, pilek, mimisan, biasa terjadi. ”Jamaah harus mewaspadai perubahan cuaca yang ekstrem ini. Bagi yang menderita hipertensi, dianjurkan untuk tidak banyak beraktifitas,” jelas Kepala Seksi Kesehatan Misi Haji Indonesia di Madinah, dokter Tjetjep Ali Akbar, kemarin.
Dia juga menganjurkan jamaah untuk selalu mengenakan masker ketika keluar hotel atau shalat di Nabawi. Hingga Jumat (9/11), jamaah haji Indonesia yang telah tiba di Madinah mencapai 76 kelompok terbang (kloter). Setiap kloter akan berada di Madinah selama sembilan hari, setelah itu pulang ke Tanah Air. Jamaah haji asal Jateng yang masuk gelombang II dan saat ini berada atau tengah menuju Madinah adalah Kloter Solo 49 sampai Solo 89.
Untuk menyiasati cuaca ekstrem, Misi Haji Indonesia mulai tahun ini mengubah sistem perjalanan jamaah. Jika sebelumnya semua jamaah diberi kesempatan menunaikan shalat arbain, sekarang tidak lagi. Jamaah yang sakit atau tidak fit di-tanazul-kan atau dipisahkan dari rombongan. Mereka diinapkan sementara di Balai Pengobatan Haji Jedah. Setelah rombongan kloternya selesai shalat arbain selama delapan hari, si jamaah sakit ini kembali bergabung untuk pulang ke Indonesia. Shalat arbain bukan merupakan bagian atau rukun haji. Ibadah tersebut hanya untuk mengatur ritme perjalanan jamaah karena terbatasnya kapasitas bandara di Madinah dan Jedah. Tidak mungkin 3,7 juta jamaah haji dari berbagai dunia pulang bersamaan. (Dep. KIM DPP LDII)