Mungkin kita semua pernah membaca Surat Yasin ayat 65, yang artinya berikut ini; “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”.
Atau yang serupa di surat Fushshilat ayat 20 – 21; “Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka: “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit mereka menjawab: “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan.”
Apa yang menarik dari ayat ini? Inilah hakekat kepemimpinan yang sejati. Inilah teori kepemimpinan yang banyak orang cari dan berguru. Memang ayat – ayat ini bercerita tentang kehidupan nanti di akhirat, dimana manusia diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah atas semua yang pernah ia lakukan. Mulut dikunci, tetapi anggota tubuh lainnya bersaksi. Ayat ini bercerita tentang pengadilan sejati. Pengadilan abadi. Tak ada kebohongan. Tak ada yang bisa mengelak. Nah, disinilah pokok pelajaran yang dicari itu ditunjukkan. Kepemimpinan pada dasarnya adalah masalah tanggung jawab. Kepemimpinan adalah kesadaran untuk mengambil tanggung jawab terhadap segala bentuk kelakuan, tindak – tanduk yang kita perbuat dan semua akibatnya. Dengan apa kita melakukan semua perbuatan itu? Adalah dengan panca indera kita. Dengan tangan, kaki, telinga, mata dan anggota tubuh yang lainnya. Oleh karena itu Allah menanyakan kepada anggota – angota tubuh itu sebagai barang bukti atau saksi yang akhirnya bisa bicara. Dan membuktikan seperti apa format kepemimpinan kita.
Pada tulisan yang pertama, saya menyebutkan kepemimpianan adalah hal – hal yang sederhana. Letak kesederhanaannya tersebut ada dalam ayat di atas. Yaitu bagaimana seseorang bisa menjaga panca indera yang diberikan Allah kepadanya dengan penuh tanggung jawab. Bagaimana menggunakan tangan yang benar. Jangan suka usil dan menyentuh yang bukan mahrom. Bagaimana melangkahkan kaki ke tempat yang benar. Pergi ke tempat – tempat yang bermanfaat, tempat belajar, pengajian dan bukan tempat maksiat. Bagaimana menggunakan telinga untuk mendengarkan hal – hal yang baik, bermanfaat buat diri dan nuraninya. Memelihara mata dari hal yang tak berguna. Memandang ciptaan Allah untuk menambah kesyukuran. Dan bagaimana menjaga kemaluan sesuai aturan yang ada. Jadi pimpinlah anggota badan sendiri dulu. Tak usah bicara yang jauh – jauh, cukup kembali mengenali diri sendiri dan mengendalikan inderawi untuk berbuat sesuai norma dan tuntunan yang ada. Di situ ada sunnatullah dan hukum Allah yang menjadi acuan dalam bertindak dan harus dipertanggungjawabkan.
Menengok potret kepemimpinan orang – orang besar adalah mereka yang mampu memimpin diri – sendiri. Orang – orang yang sukses mengendalikan inderanya, sehingga manfaatnya menyebar ke segala arah. Inilah kunci keberhasilan kepemimpinan. Di Amerika Serikat misalnya, bisa kita lihat, seorang calon pemimpin – kandidat presiden misalnya, bisa langsung mundur begitu ketahuan selingkuh. Ketahuan korupsi. Artinya apa? Bagaimana mau jadi pemimpin kalau tidak bisa memimpin diri sendiri. Bagaimana mau memimpin negara, memimpin orang banyak, memimpin anggota badannya saja tidak becus. Bagaimana mau memimpin kalau suka mengambil hak orang lain. Melampaui batas.
Maka menelisik lebih jauh lagi dalil Kullukum roin, tak lain adalah masalah tanggung jawab bagaimana mengelola dan mengendalikan diri untuk menggunakan panca indera dengan baik dan benar. Memimpin adalah memimpin diri sendiri, sebab hanya diri kita sendirilah yang bisa kita kelola dan kendalikan. Memimpin adalah memberi manfaat yang sebesar – besarnya diri ini kepada sekitar. Selain diri sendiri kita hanya bisa mempengaruhi. Tak lebih. Sebab bagaimana pun, setiap yang kita lakukan akan bermuara kembali kepada diri ini sendiri. Lebih jauh lagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan dengan sabdanya:“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya”.(HR at-Tirmidzi (no. 2417)
Jadi pimpinlah diri sendiri, sebelum memimpin orang lain.
Oleh:Ustadz.Faizunal Abdillah