29 Desember 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) genap berusia 10 tahun. Rentang satu dasawarsa itu KPK telah menangani 385 kasus korupsi dan menyelamatkan uang negara Rp 153 triliun. Sejatinya KPK seperti apa yang dibutuhkan negeri ini?
Mendengar kata Kominsi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang terlintas di benak rakyat Indonesia adalaha: pejabat negara mana lagi yang korupsi. Tanpa disadari, pemberitaan tentang KPK selama ini telah mempengaruhi pola pikir masyarakat bahwa, negara ini sangat korup.
Hal ini jelas menyebabkan beberapa dampak negatif di antaranya masyarakat cenderung antipati dan tidak percaya dengan kebijakan pemerintah. Perilaku tersebut jelas salah. Tugas KPK tidak hanyak melulu refrensif akan tetapi yang terpenting adalah prefentif. Begitu pendapat Ketua DPP LDII, Ir. Prasetyo Sunaryo, MT.
Prasetyo menyatakan sebagaimana yang diajarkan oleh Islam agar setiap umat Islam amar maruf nahi munkar, KPK seharusnya terlebih dahulu mengedepankan pendidikan kejujuran sebelum mencegah korupsi. Kalimat amar maruf dan nahi munkar sejatinya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kata ‘anti korupsi’ menurutnya memiliki energi negatif yang akan menyebabkan seseorang menjadi anti produktif.
Selama ini masyarakat selalu dicegah untuk melakukan korupsi, akan tetapi tidak pernah ada penghargaan apa bila seseorang bersikap jujur. Kurangnya motivasi seseorang untuk bersikap jujur menyebabkan pola pikirnya hanya terfokus agar tidak ketahuan saat korupsi.
Prasetyo mengatakan perlunya ada keseimbangan antara reward dan punishment ketika berbicara tentang kejujuran. “Tidak pernah ada kan penghargaan bagi pejabat atau pemerintah yang jujur. Selama ini pemberitaan hanya menganggat pemimpin yang korupsi saja,” jelasnya. Ia juga menambahkan, KPK dinilai kurang memperhatikan penanaman sikap jujur. Hal tersebut dapat terlihat dari proporsi jumlah anggota KPK yang mayoritas bestatus penyidik.
Hal yang terpenting dari pemberantasan korupsi menurutnya adalah pengembangan kesadaran untuk jujur. Sebagaimana pohon, kejujuran merupakan akar yang menjadi dasar pohon tersebut. Menebang pohon tidak dari akarnya akan memungkinkan tumbuh kembali cabang-cabang baru korupsi.
Prasetyo mengharapkan adanya tranformasi kultural berupa penanaman akhlak dan tata nilai positif diharapkan pemberantasan korupsi dapat terwujud. Selain KPK, media menurut Prasetyo sangat berperan membentuk citra positif ini. Selama ini masyarakat dibuat senang melihat pemberitaan pejabat Indonesia tertangkap akibat korupsi, bukan sedih. Sedih karena ternyata masih banyak pejabat kita yang tidak berbuat jujur. Penanaman terus-menerus stigma negatif tersebut menyebabkan korupsi sulit lepas dari Indonesia.
Di usianya yang mencapai 10 tahun dan bertepatan dengan Peringatan Hari Pemberantasan Korupsi Sedunia pada 9 Desember silam, diharapkan dapat menjadi refleksi bagi Indonesia dan KPK untuk bebenah. “Walaupun jumlah kasus korupsi yang ditangani cenderung tetap setiap tahun, akan tetapi kerugian negara yang diakibatkannya terus meningkat. Rata-rata 29 kasus korupsi terjadi setiap tahun, dengan kerugian negara mencapai Rp 53,5 miliar,” ujar Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri. (Bahrun/LINES)