Jakarta (22/1). DPD LDII Jakarta Selatan menggelar seminar bertema “Mengenali Trauma Masa Lalu (Inner Child) dan Dampaknya pada Pengasuhan”. Seminar tersebut dilaksanakan di Masjid Baitul Fattah, Cilandak, Jakarta Selatan pada Sabtu (18/1).
Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber Praktisi Hipnoterapi Nidia Fauzia, Ketua Departemen Pendidikan Keagamaan dan Dakwah KH. Aceng Karimullah dan Nani Sofiani, yang dipandu moderator Nadia Lil Fitri.
Pada kesempatan itu Nidia yang memberikan materi ”memahami luka masa lalu” mengatakan, inner child bukan untuk dihapus, tapi untuk disadari, “Dengan menyadari luka masa kecil, kita dapat berdamai dengan diri sendiri dan menciptakan hubungan yang lebih baik dengan keluarga,” paparnya.
Nidia menjelaskan lebih lanjut, inner child adalah luka emosional masa kecil yang tetap hidup dalam ingatan hingga dewasa. “Memori masa kecil mencakup hingga 90 persen ingatan kita. Jika tidak disadari dan dipulihkan, luka tersebut dapat mempengaruhi cara kita berinteraksi dengan anak dan keluarga,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa memori luka tidak perlu dihapus, tetapi cukup disadari dan diterima. “Rangkul rasa marah dan sedih, biarkan air mata mengalir, lalu ucapkan istighfar. Proses ini membantu kita berdamai dengan diri sendiri,” jelasnya. Dalam sesi tersebut, peserta diajak terapi singkat self-healing yang dapat diterapkan di rumah untuk membantu merilis luka batin.

Sebagai praktisi hipnoterapi, Nidia juga mengingatkan pentingnya komunikasi yang baik dengan anak. “Hati-hati dengan bentakan. Itu bisa membuat otak anak ‘konslet’ secara emosional. Ingat, otak bekerja dengan cara memaafkan, bukan menghapus,” paparnya.
Sementara itu, KH Aceng Karimullah memberikan dimensi spiritual dalam seminar ini, mengingatkan bahwa Allah menciptakan dua jenis pikiran, positif dan negatif, agar manusia dapat belajar dari kesalahan. “Ujian yang Allah berikan adalah untuk mengukur kesabaran kita. Maka, selalu berprasangka baik kepada Allah,” katanya.
Ia juga mengutip Rasulullah tentang pentingnya memaafkan dan berdamai dengan diri sendiri. “Seperti Abu Domdom, yang setiap pagi memaafkan siapa saja yang pernah menyakitinya. Dengan hati yang tenang, kita bisa menciptakan suasana rukun, damai, dan bahagia dalam keluarga serta masyarakat,” tuturnya.
Seminar itu diapresiasi para peserta yang hadir terutama ibu-ibu yang hadir. “Acara ini luar biasa. Banyak peserta yang sadar betapa pentingnya merawat diri dan memulihkan inner child mereka. Saat ibu memiliki mental yang stabil, itu berdampak positif pada keluarga,” ujar Nidia.
Ia berharap para peserta dapat lebih peduli terhadap kesehatan emosional mereka dan menciptakan keluarga yang harmonis. “Semoga mereka lebih sadar akan luka batin yang dimiliki dan tidak mengulang pola yang sama pada anak-anak mereka,” harapnya.
Harapannya, seminar itu tak hanya memberikan wawasan baru, tetapi menjadi langkah nyata dalam menciptakan keluarga yang lebih sehat secara emosional dan spiritual. Sebagaimana pesan KH. Aceng, “Surga tidak hanya ada di akhirat, tapi bisa kita ciptakan dalam kehidupan sehari-hari.”