oleh: Decy Baediana
Alloh SWT telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan serta dalam sunnah keseimbangan dan keserasian. Begitupun dengan manusia, pada diri manusia berjenis laki-laki terdapat sifat kejantanan/ketegaran dan pada manusia yang berjenis wanita terkandung sifat kelembutan/kepengasihan. Sudah menjadi sunatullah bahwa antara kedua sifat tersebut terdapat unsur tarik menarik dan kebutuhan untuk saling melengkapi. Seperti Firman Alloh SWT dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum: 21. Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi maka Islam telah datang dengan membawa ajaran pernikahan. Islam menjadikan lembaga pernikahan sebagai sarana untuk memadu kasih sayang diantara dua jenis manusia. Dengan jalan pernikahan itu pula akan lahir keturunan secara terhormat. Maka adalah suatu hal yang wajar jika pernikahan dikatakan sebagai suatu peristiwa yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah.
Bahkan dalam Al-Qur’an Surat An-Nur: 32 Alloh SWT berfirman “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Alloh akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Alloh Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 24:32). Demikan juga Rosulalloh SAW dalam sebuah hadits secara tegas menyatakan: “Nikah adalah Sunahku. Barang siapa yang membenci pada sunahku maka tidak termasuk umatku” (H.R. Thabrani dan Baihaqi).
Persiapan Pra-Nikah bagi muslim dan muslimah
Seorang muslim dan muslimah yang baik yang mengetahui urgensi dari suatu pernikahan tentu saja suatu hari nanti ingin dapat bersanding dengan seorang yang baik dalam ikatan suci pernikahan. Pernikahan menuju rumah tangga SAMARA (sakinah, mawaddah dan rahmah) tidak tercipta begitu saja, melainkan membutuhkan persiapan-persiapan yang memadai sebelum melangkah memasuki gerbang pernikahan.
Nikah adalah salah satu ibadah yang sangat penting, suatu mitsaqan ghalizan (perjanjian yang sangat berat). Banyak konsekuensi yang harus dijalani pasangan suami-isteri dalam berumah tangga. Bagi seorang muslimah, pernikahan merupakan salah satu ujian dalam kehidupan dirinya karena salah satu syarat yang dapat menghantarkan seorang isteri masuk surga adalah mendapatkan ridho suami. Sebaliknya, bagi seorang muslim, ujian dalam kehidupan berumah tangga adalah menjadi imam dalam keluarga dan pencari nafkah keluarga.
Oleh sebab itu seorang muslim/muslimah harus mengetahui secara mendalam tentang berbagai hal yang berhubungan dengan persiapan-persiapan menjelang memasuki lembaga pernikahan, yaitu antara lain:
a. Persiapan spiritual/moral (Kematangan visi keislaman)
Dalam diri setiap orang beriman selalu terdapat keinginan bahwa suatu hari nanti akan mendapatkan jodoh yang sholih/sholihat, yang taat beribadah, bisa bersama-sama dalam mengarungi kehidupan di dunia, dalam suka dan duka dan akhirnya bersama-sama masuk surga selamat dari neraka. Bila kita simak firman Alloh SWT di dalam Al-Qur’an bahwa “Wanita yang keji, adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji dan wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik….” (QS An-Nuur: 26), maka bila seseorang memiliki keinginan untuk mendapatkan pasangan yang sholih/sholihat, maka harus diupayakan agar dirinya menjadi sholih/sholihah terlebih dahulu. Untuk menjadikan diri kita seorang yang sholih/sholihah, maka bekalilah diri dengan ilmu agama serta hiasilah dengan akhlaq islami, dengan niat bukan hanya semata untuk mencari jodoh, tetapi untuk beribadah dan mendapatkan ridhoNya. Institusi pernikahan juga berfungsi sebagai salah satu sarana untuk beribadah kepada Alloh SWT.
b. Persiapan konsepsional (memahami konsep tentang lembaga pernikahan)
Pernikahan merupakan sarana untuk beribadah dan meningkatkan pahala dari Alloh SWT, seperti dalam salah satu hadits Nabi SAW bersabda “Shalat Dua rokaat dari orang yang telah menikah lebih baik daripada delapan puluh dua rokaatnya orang yang bujang.” Pernikahan sebagai wadah terciptanya generasi robbani, penerus perjuangan menegakkan agama Alloh (dienullah). Adapun jika dari pernikahan diikuti dengan lahirnya anak yang sholih/sholihah, maka sang anak akan menjadi penyelamat bagi kedua orang tuanya. Pernikahan juga sebagai sarana tarbiyah (pendidikan) karena dengan menikah, maka akan banyak diperoleh pelajaran-pelajaran dan hal-hal yang baru. Selain itu pernikahan dapat menjadi sarana dalam berdakwah, baik dakwah ke keluarga, maupun ke masyarakat.
c. Persiapan Kepribadian
Dalam hal ini belajar untuk mengenal (bukan untuk dikenal). Seorang laki-laki yang menjadi suami atau seorang perempuan yang menjadi istri, sesungguhnya awalnya adalah orang asing bagi kita, yang mungkin mempunyai latar belakang, suku, dan kebiasaan yang berbeda dan semua perbedaan tersebut dapat menjadi pemicu timbulnya perselisihan. Bila perbedaan tersebut tidak dikelola dengan baik melalui komunikasi, keterbukaan dan kepercayaan, maka bisa jadi timbul persoalan dalam pernikahan. Untuk itu diperlukan keberadaan jiwa yang besar untuk mau menerima dan berusaha mengenali pasangan kita.
d. Persiapan Fisik
Kesiapan fisik ini ditandai dengan kesehatan yang memadai sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami ataupun isteri secara optimal. Saat sebelum menikah, ada baiknya bila memeriksakan kesehatan tubuh, terutama faktor yang mempengaruhi masalah reproduksi. Apakah organ-organ reproduksi dapat berfungsi dengan baik, atau adakah penyakit tertentu yang diderita yang dapat berpengaruh pada kesehatan janin yang kelak dikandung. Bila ditemukan penyakit atau kelainan tertentu, segeralah berobat.
e. Persiapan Material
Islam tidak menghendaki kita berfikiran materialistis, yaitu hidup yang hanya berorientasi pada materi. Akan tetapi bagi seorang suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka adanya kesiapan calon suami untuk memberi nafkah perlu diutamakan. Sebaliknya bagi fihak wanita, perlu adanya kesiapan untuk mengelola keuangan keluarga. InsyAlloh bila suami berikhtiar untuk menafkahi maka Alloh akan mencukupkan rizki kepadanya. “Alloh menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni’mat Alloh?” (QS. 16:72).
f. Persiapan Sosial
Setelah sepasang manusia menikah berarti status sosialnya dimasyarakatpun berubah. Mereka bukan lagi gadis dan lajang tetapi telah berubah menjadi sebuah keluarga. Sebagai akibatnya, mereka pun harus mulai membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan sosial di kedua belah pihak keluarga maupun di masyarakat. “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,” (Q.S. An-Nissa: 36).
Adapun persiapan-persiapan menjelang pernikahan (dari a hingga f) yang tersebut di atas, tidak dapat dengan begitu saja kita raih. Melainkan perlu waktu dan proses belajar untuk mengkajinya. Untuk itu, mumpung masih memiliki banyak waktu, belum terikat oleh kesibukan rumah tangga, maka upayakan untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya guna persiapan menghadapi rumah tangga kelak.
Langkah-Langkah yang Ditempuh untuk Memilih Calon Pasangan Hidup
a. Menentukan kriteria calon pendamping.
Calon pendamping diutamakan yang kefahaman agamanya kuat dan mempunyai ahlaqul karimah. Kriteria yang lain seharusnya jangan terlalu banyak dan merupakan kriteria yang tidak terlalu prinsip.
b. Mengkondisikan orang tua dan keluarga.
Kadang ketidak-siapan orang tua dan keluarga bila anak gadisnya menikah menjadi suatu kendala tersendiri untuk menuju proses pernikahan. Penyebab ketidak-siapan itu kadang seringkali berasal dari diri anak gadisnya sendiri, misalnya masih menunjukkan sikap kekanak-kanakan serta belum dapat bertanggung jawab. Ketidak-siapan dapat juga berasal dari pengaruh lingkungan, seperti belum selesai kuliah (sarjana) tetapi sudah akan menikah. Hal-hal seperti ini harus diantisipasi sebelumnya, agar pelaksanaan menuju pernikahan menjadi lancar dan barokah.
c. Mengetahui batasan-batasan siapa yang yang tidak boleh menjadi pasangan kita. Seperti yang tersurat di dalam QS 4:23-24 dan QS 2: 221.
d. Mengkomunikasikan kesiapan untuk menikah.
Kesiapan seorang muslimah dapat dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang dipercaya, agar dapat turut membantu langkah-langkah menuju proses selanjutnya.
e. Taâ’aruf (Berkenalan).
Proses taâ’aruf sebaiknya dilakukan dengan cara Islami. Dalam Islam proses taâ’aruf tidak sama dengan istilah pacaran. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan kondisi dua insan berlainan jenis berduaan, yang mana dapat membuka peluang terjadinya saling pandang atau bahkan saling sentuh, yang sudah jelas semuanya tidak diatur dalam Islam.
Alloh SWT berfirman “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS 17:32). Rasulalloh SAW bersabda: “….Ingatlah jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, kecuali yang menigai (Ket. menjadi orang ketiga) pada mereka adalah syetan”. (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi). Bila kita menginginkan pernikahan kita terbingkai dalam ajaran islami, maka semua proses yang menyertainya, seperti mulai dari mencari pasangan haruslah diupayakan dengan cara yang islami pula dan jangan dimulai dengan pelanggaran.
e. Bermusyawarah dengan pihak-pihak terkait.
Bila setelah proses taâ’aruf terlewati, dan hendak dilanjutkan ke tahap berikutnya, maka selanjutnya dapat melangkah untuk mulai bermusyawarah dengan pihak-pihak yang terkait.
f. Istikhoroh.
Daya nalar manusia dalam menilai sesuatu dapat salah, untuk itu sebagai seorang muslim yang senantiasa bersandar pada ketentuan Alloh, sudah sepantasnya bila meminta petunjuk dari Alloh SWT, misalnya melalui sholat istikhoroh. Bila calon tersebut baik bagi diri kita, agama dan penghidupannya, Alloh akan mendekatkan, dan bila sebaliknya maka akan dijauhkan. Dalam hal ini, apapun kelak yang terjadi, maka sikap berprasangka baik (husnuzhon) terhadap taqdir Alloh harus diutamakan.
Demikianlah sedikit ulasan tentang Kajian Pra-Nikah Bagi Muslim-Muslimah untuk menambah wawasan bagi muslim dan muslimah yang menginginkan mendapatkan jodoh yang barokah. Semoga Alloh meng-qodar pasangan hidup yang sholih/sholihah yang dapat membantu kelancaran ibadah bagi kita semua. Amiin 313x
(materi Dakwah bil Qolam – Bagian Pemberdayaan Wanita dan Kesejahteraan Keluarga [PWKK], DPD LDII Kota Bogor – September 2010)