Semuanya tidak ada yang tiba – tiba. Biasanya ada proses dan tanda – tanda yang mendahuluinya. Sedangkan waktu turunnya tanda – tanda itu relative. Bisa singkat, bisa pula lambat bin lama. Orang mau sukses misalnya, tidak tiba – tiba jadi sukses. Ada tanda – tanda yang bisa dibaca oleh pemerhatinya. Usahanya lancar. Dari hari ke hari semakin maju. Semua rintangan bisa dilalui dengan baik. Selalu menemukan jalan penyelesaian. Ketemu orang – orang yang baik, yang siap menolong dan membantu kapan saja. Seolah berada di waktu yang pas dan lingkungan yang tepat.
Orang mau bangkrut juga tidak tiba – tiba jadi bangkrut. Ada tanda – tanda yang bisa ditengarai menjadi alibinya. Usahanya macet dimana – mana. Makin lama, tidak makin baik, tapi malah makin seret. Tidak focus. Masalah makin hari makin menumpuk. Ruwet, kayak benang kusut. Sambung – bersambung. Ketipu. Dibawa kabur. Bertemu dengan orang – orang yang sulit, pembohong, tukang ngibul, dan lain – lainnya. Singkatnya seolah berada di waktu yang salah dan tempat yang tidak barokah. Itulah jalan menuju kebangkrutan.
Kematian juga serupa,walau ada yang terkesan mendadak dangdut, katanya. Dikisahkan, malaikat maut (Izroil) bersahabat dengan salah seorang Nabi dari Bani Israil. Saking eratnya persahabatan itu, suatu ketika Sang Nabi berkata kepada malaikat maut. “Aku menginginkan sesuatu yang harus kamu penuhi sebagai tanda persaudaraan kita.” “Apakah itu?” tanya malaikat maut.
“Jika ajalku telah dekat, beri tahu aku.”
Malaikat maut berkata, “Baik aku akan memenuhi permintaanmu, aku tidak hanya akan mengirim satu utusanku, namun aku akan mengirim dua atau tiga bahkan.”
Setelah mereka bersepakat, mereka kemudian berpisah. Setelah beberapa lama, malaikat maut kembali menemui Sang Nabi. Kemudian, Sang Nabi bertanya, “Wahai sahabatku, apakah engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?” “Aku datang untuk mencabut nyawamu,” jawab malaikat maut. “Lalu, mana ketiga utusanmu?” tanya Sang Nabi keheranan.
“Sudah kukirim,” jawab malaikat, “Putihnya rambutmu setelah hitamnya, lemahnya tubuhmu setelah kekarnya, dan bungkuknya badanmu setelah tegapnya. Wahai Nabi, itulah utusanku untuk setiap bani Adam.”
Demikian juga dengan kelahiran. Tidak tiba – tiba mbrojol. Walau kata, tetangga saya di kampung sana diberi nama Brojol, karena lahirnya yang sekonyong – konyong. Sudah keluar sebelum dukun anaknya tiba. Gampang banget. Meskipun begitu, ada tanda – tandanya menyongsong sang jabang bayi menghirup udara luar. Sakit yang melilit sebagai tanda awal pembukaan lubang lahirnya. Ketika sudah dekat, makin kuat dan makin sering sakitnya, sampai pembukaan 10, dimana kepala sang jabang bayi bisa keluar. Dan lewat proses persalinan inilah si bayi akhirnya mencicipi dunia ketiganya.
Meminjam istilah anak sekolahan, segala sesuatu itu ada “bocoran”nya. Hanya kadang kita yang tidak mempedulikannya. Mau lahir ada bocorannya. Mau sukses ada bocorannya. Gunung mau meletus ada bocorannya. Mau banjir, tanah longsor, disertai bocorannya. Mau sakit ada bocorannya. Dan mau mati pun ada bocorannya. Pada gilirannya bocoran bisa mencelakakan, walau banyak yang membahagiakan. Namun ada dua bocor yang perlu dicermati, agar bisa dihindari. Pertama, kalau bocor jantung dan kedua kalau amalan kita bocor di akhirat sana. Jantung adalah organ penting yang bekerja terus menerus tak pernah berhenti dari lahir sampai mati. Gangguan yang terjadi padanya mengancam hidup. Tugasnya sebagai pemompa oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh faal, jika bocor biliknya.
Anak teman saya meninggal 5 tahun yang lalu pada usia 16 tahun. Awalnya diketahui saat ia lemas dan pulang sekolah lebih awal. Sampai di rumah, terus dibawa ke dokter. Diagnosanya; jantungnya bocor. Untuk memastikan kemudian di rongten dan benar bahwa salah satu biliknya bocor. Entah bagaimana tak terdeteksi dari awal. Mungkin pas menunjukkan tanda – tandanya, dianggap sakit biasa. Sebab keponakan saya ketika baru lahir juga ketahuan kalau jantungnya bocor, tetapi segera terdeteksi dan dioperasi. Dan kini tampak sehat seperti normalnya anak sebayanya.
Nah, ketika terdeteksi kalau bocor jantungnya, tak ada jalan lain kecuali operasi. Dokternya bilang, karena operasinya sudah remaja, tak ada jaminan berhasil. Dahi pun berkenyit, melihat kemungkinan hasil dan barisan angka yang harus disiapkan. Dengan kepolosannya si anak bilang, “Biar sajalah Bah, nanti juga sembuh sendiri.” Tak lama setelah perkataan itu, gejalanya kambuh lagi. Sehabis maghrib tubuhnya lemas, badannya membiru dan itu adalah kisah akhir kehidupannya. Jiwanya tak tertolong lagi.
Dalam ibadah kita mengenal muflis atau bangkrut yaitu kebocoran amal yang terjadi nanti di akhirat sana. Kebocoran jenis ini akan mengancam kehidupan abadi di alam sana. Harapannya kandas, tadinya bahagia akhirnya menderita. Tabungannya yang banyak sirna untuk menutup kebocoran tindakannya.
Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kalian siapakah (muflis) orang yang bangkrut itu? Para sahabat menjawab; “Muflis menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan tidak punya harta.” Lalu Beliau SAW berkata, “Sesungguhnya muflis dari umatku itu adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala sholat, puasa dan zakat namun juga mencaci – maki orang, menuduh keji, memakan harta fulan dan menumpahkan darah orang serta memukul orang. Lalu orang yang ini diberi dari kebaikannya dan itu diberi dari kebaikannya. Apabila telah habis kebaikannya sebelum melunasi dosanya, maka diambillah dari kesalahan mereka lalu dilimpahkan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke neraka.” (Rowahu Muslim)
Nah, mulai sekarang berhati – hatilah; awas bocor…
Oleh: Ustadz.Faizunal Abdillah