Bermula dari menulis di media sosial, menjadi jembatan bagi Setiyanto Hendri, pemuda LDII asal Wonosobo, Jawa Tengah sebagai penulis. Kini ia telah menerbitkan tiga buku, diantaranya berjudul Kita dan Kata, Ini Tentang Segala yang Aku Kira Tidak Akan Pernah Menjadi Baik-baik Saja (ITSYAKTAPMBBS), serta Aku dan Manusianya.
Hendri sapaan akrabnya, bercerita awal mula menjadi seorang penulis. “Waktu itu saya kuliah sembari bekerja sebagai peneliti di salah satu lembaga penelitian. Dan ketika telah berakhir masa kontrak kerjanya itu, saya jadi punya banyak waktu. Dari situ, saya iseng coba menulis di media sosial, salah satunya Instagram” lanjutnya.
“Qodarullah, tulisan saya yang memuat kutipan-kutipan tentang cinta dan bernuansa kehidupan itu ternyata diminati oleh pengikut akun media sosial saya maupun yang bukan. Mereka bilang tulisan saya ini relate dengan apa yang mereka rasakan,” ungkap Hendri.
Di samping itu, berbagai penerbit pun mulai berdatangan dan menawarkan untuk membukukan karyanya. “Saya memilih salah satu penerbit yang cocok dan di tahun 2019, menjadi debut pertama saya melalui buku berjudul “Kita dan Kata”. Buku yang menggambarkan perasaan mencintai seseorang itu sudah cetak ulang ke-7,” ungkapnya.
Kini, pria yang juga sebagai guru ngaji itu sedang melanjutkan pendidikan pascasarjana berbasis penelitian di Gwangju Institute of Sciences and Technology, Korea Selatan (Korsel) jurusan Materials Science and Engineering. “Alhamdulillah bisa melanjutkan pendidikan disini dengan bantuan beasiswa penuh dari Pemerintah Korea. Saya berhasil membuktikan bahwa lulusan S1 swasta dan memiliki IPK biasa saja, itu bisa memperoleh beasiswa dan kuliah di luar negeri, meskipun pencapaian ini didapatkan dengan proses yang panjang dan tidak mudah,” kata Hendri.
Ia memilih negeri ginseng sebagai tempat melanjutkan pendidikannya, selain sudah menjadi negara maju, kebanyakan universitas disana berbasis penelitian. “Tentunya ini dapat menunjang karir saya yang bercita-cita menjadi seorang peneliti,” ungkap Hendri.
Menurutnya, jika remaja Indonesia ingin melanjutkan studi ke luar negeri, hal yang pertama dilakukan ialah riset, “Mulai dari program beasiswa yang akan dipilih, negara yang akan dituju itu seperti apa, universitas dan jurusan yang menunjang dengan minat dan bakat, serta eksistensi komunitas muslim di negara itu,” ujar Hendri.
Selanjutnya calon mahasiswa juga perlu menyiapkan sertifikat bahasa, terjemahan dokumen pendukung, dan lain-lain. “Dan tidak kalah penting yaitu restu dari orangtua, serta memohon petunjuk yang berkah kepada Allah,” imbuh Hendri.
Menetap di Korsel kira-kira satu tahun, buat Hendri, bahasa masih menjadi kendala. Jika tidak punya kemampuan dasar bahasa korea, mungkin sulit untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat di sana. “Seiring berjalan waktu ditambah rajin belajar bahasanya, pasti bisa. Kemudian, harus pintar memilih makanan dan minuman, karena tidak semua bisa dikonsumsi oleh muslim,” ungkapnya.
Pria yang tergabung dalam komunitas South Korea Islamic Dakwah Association (SKIDA) itu, berpesan kepada generasi muda LDII, “Coba lakukan segala hal tanpa takut. Gagal dan berhasil itu merupakan siklus kehidupan. Setelah gagal, mungkin bisa gagal kembali atau bisa juga berhasil. Kemungkinan-kemungkinan inilah yang perlu dicari tahu dengan mencoba, serta melibatkan Allah di manapun berada,” tutupnya. (TY/LINES)