Lalu mengapa Rakernas LDII 2007 ini bersejarah? Ini bertautan dengan hasil klarifikasi LDII terhadap MUI, mengenai fitnah yang dituduhkan MUI. Hasilnya, komisi Fatwa MUI mengeluarkan SK Komisi Fatwa MUI No 03/Kep/KF-MUI/IX/2006, tertanggal 4 September 2006 yang menyatakan perhitungan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, di dalamnya juga menyatakan bahwa LDII telah melakukan klarifikasi, dan telah di cross check oleh KH Amin Maruf, Ketua Komisi Fatwa MUI. Surat itu menyatakan pula LDII telah menganut paradigma baru. Sejatinya, bukan paradigma baru Pak Kyai. Sejak dulu, baik Lemkari di era Edi Masiadi, Lemkari tak beramir. Era Suarno, Lemkari tak beramir. Bahkan di era KH Abdullah Syam, LDII tak beramir. Yang ada hanya ketua umum.
Rakernas ini juga ingin mengatakan bahwa LDII perhatian terhadap keutuhan Negara Republik Indonesia. LDII juga ingin mengatakan, bahwa mereka sangat perhatian dengan pembangunan ekonomi bangsa. Dengan memberi alternatif solusi di antara kepungan liberalisme ekonomi pasar bebas, dengan memperkuat ekonomi bernasis syariah. Hukum dagang Allah memang selalu lebih adil dan menguntungkan ketimbang made in Mafia Berkeley, Chicago, IMF, ataupun Bank Dunia. Atau praktek dagang zaman Jalur Sutra, sebelum abad pertengahan.
Yang menarik adalah, LDII dalam perjalanan sejarahnya tak luput dari tiga tahap ideologi. Pertama wilayah kontrofersi. Kedua masuk wilayah penerimaan. Ketiga harus siap melakukan kontribusi sosial. Rakernas ini seperti gong pembuka tabir, yang suaranya merambat pelan membuka tabir sejarah baru. Bahwa LDII memasuki tahap penerimaan, dan dituntut langsung tancap gas tinggi dengan perseneling tujuh, untuk memasuki tahap kontribusi.
Memasuki dua tahap yang nyaris sekaligus, LDII dituntut semakin telanjang dalam berkiprah dimasyarakat. Seyogyanya semua kegiatan LDII yang menyangkut pembinaan, mensejahterakan, dan pembangunan umat, harus semakin melibatkan masyarakat sekitar. Masalah wanita, kesehatan, pendidikan, sosial yang diadakan warga LDII bukan hanya jadi milik warga LDII, tapi tentu berguna bagi masyarakat sekeliling.
Dalam wilayah SDM organisasi, tahapan ini menuntut perekrutan pengurus LDII bukan semata-mata dia pejabat publik, pengusaha sukses, akademisi, atau mereka yang memang ditunjuk berorganisasi yang memang telah cerdas dan kapabel dalam bidangnya masing-masing. Tapi yang di sini LDII memerlukan orang yang cakap berorganisasi, fasih mengembangkan potensi tersembunyi dari tiap SDM dan SDA yang dimiliki warga LDII. Sekaligus peka terhadap kebutuhan umat.
Alhasil LDII akan berhasil dalam tugasnya sebagai umat Allah dalam urusan ibadah, bertanggung jawab terhadap umat, dan mampu melayani kebutuhan umat. Dengan catatan, LDII tak harus masuk ke dalam politik, tapi cukup menggunakan jalur politik sebagai upaya cinta tanah air dan bangsa, kontribusi terhadap bangsa dan negara, dan pelayanan terhadap umat. Untuk itulah masa menanti 36 tahun haruslah menjadi usia yang kontributif dan produktif.