Jakarta (31/07). Ekonomi syariah berbasis kerakyatan tak sekedar wacana. DPP LDII mendorong warganya mendirikan koperasi atau Usaha Bersama (UB) sejak 1998.
Dari ribuan UB di tingkat Pengurus Anak Cabang (PAC) banyak yang sukses, namun tak sedikit yang gagal. Untuk itu, DPP LDII menggelar FGD bertajuk “Arah Pengembangan Kebijakan Usaha Bersama” dengan tujuan mengedukasi warga LDII di seluruh Indonesia. Acara dibuka langsung oleh Ketua Umum DPP LDII, KH. Chriswanto Santoso.
“Ketika umat Islam tidak mandiri secara ekonomi, sehinggga dikuasai kekuatan lain. di sanalah umat Islam terpuruk. Itulah pentingnya kemandirian ekonomi dan menjadi bargaining power. Maka kita mensinergikan seluruh kepentingan menjadi tansikul harokah,” ujarnya.
Kondisi operasional dan pengelolaan UB masih sangat beragam di berbagai kabupaten/kota. Dibandingkan tahun 2000-an, saat itu UB belum berbadan hukum formal, yang bergerak pada sektor riil sembilan bahan pokok (sembako).
Kini, setelah melewati tahun 2020, pengelolaaan UB mulai beragam. Kondisi ini disebabkan oleh ekonomi yang berkembang sehingga pasar makin luas, teknologi yang semakin tersedia, hingga pembiayaan dan dukungan dari pemerintah.
UB tidak hanya fokus pada sembako, ada UB yang bergerak di bidang properti, keuangan, dan macam-macam. Namun itu semua belum cukup karena DPP LDII berharap UB bisa saling bersinergi dan maju bersama.
Secara berkala, DPP LDII lewat Departemen Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat (EPM) mendorong pengurus-pengurus UB melakukan sarasehan, pelatihan, workshop untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi pengurus, pembina, dan pengawas UB. Tantangannya, bagaimana mensinergikan dan merumuskan, sehingga ada kekuatan saling mendukung.
“Misal di bidang pembiayan dan ritel sendiri-sendiri. Di bidang digital marketing bergerak sendiri, maka harus disinergikan. Kekuatan ini ditata, saling maju dan mendukung bersama, hingga menjadi kekuatan dahsyat dalam rangka membangun kemandirian umat,” ujar Chriswanto Santoso.
KH Chriswanto Santoso Kemudian memberi masukan pada peserta FGD yang hadir secara daring. Pertama UB harus meningkatkan kapasitas dengan melengkapi laporan Musyawarah Para Pemegang Saham (MPPS) misalnya. Datanya harus berdasarkan survei agar terlihat kondisi yang mencerminkan lingkungan strategis.
“Kendala di daerah adalah kendala SDM, yang terpaksa ganti-ganti, orangnya ingin maju, namun belum mendapat kenyamanan sosial yang cukup. Jika UB besar, pembiayaan akan besar. Agar bisa bekerja sama, caranya adalah dengan rela berkorban dan meningkatkan komunikasi yang intens,” ujarnya.
FGD ini menghadirkan narasumber beberapa narasumber yang kompeten di bidangnya, seperti Ketua DPP LDII Bidang Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat (EPM) Dr. H. Ardito Bhinadi, Anggota DPRD DKI Jakarta Dr. H. Bambang Kusumanto, serta beberapa pengurus UB yang sukses seperti Ir. H. Irvan Yusuf, H. Bambang Jatmiko, dan H. Ashar Budiman.(khoir/lines)
Kepanjangan dari FDG apa
Forum grup diskusi
Focus group discussion (FGD)
Forum grup diskusi
Sangat Menyenang Kan Brgbung Dngan UB(Usaha Bersama