Bagi yang belum tergerak memacu diri untuk bangun malam, semoga sedikit tulisan di bawah ini bisa melecutnya. Bukan pengin dipuji, bukan pula pengin diapresiasi. Tapi hanya ingin – murni – mengajak kepada yang lebih baik dan manfaat dunia akhirat. Karena itu, kala ada kata yang tidak berkenan, sedikit keras itu hanya pemilihan saja yang tidak pas. Maunya pahit madu, sedu sedan dan enak didengar dan dibaca selalu.
Hadits di bawah ini sudah sering saya ulas dan tulis. Karena begitu kuatnya kesan yang saya timba darinya. Setiap kali baca selalu ada rasa gemuruh untuk mencapai kemuliaan itu. Dan selalu saja Allah paring kekuatan linuwih untuk bisa menjalankannya. Saya sendiri tidak tahu tapi begitulah adanya.
Dari Sahal bin Sa’ad ra., dia berkata, “Jibril datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Ya Muhammad, hiduplah sesukamu karena kamu pasti mati, beramallah sesukamu karena kamu pasti dibalas karenanya, cintailah siapa yang kamu sukai karena kamu akan meninggalkannya. Ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mu’min adalah qiyamul lail dan kehormatannya adalah merasa kaya/cukup dari manusia (gak minta – minta).” (Rowahu Thabrani fi Mu’jam al-Ausath).
Merasa haus untuk mendapatkan motivasi untuk bias kontinyu bangun malam, akhirnya saya pun terus mencari jalannya. Salah satunya lewat cerita para ulama salaf/terdahulu yang tercatat memiliki laku mulia menegakkan sholat malam. Walau tidak bias seperti mereka, setidaknya semangatnya bias merembes ke dalam diri ini. Para ulama terdahulu sangat memahami bahwa shalat malam merupakan cirri dari ilmu yang bermanfaat. Apa baiknya ilmu yang tidak bias menyampaikan pemiliknya ketakutan kepada Allah, muraqabah kepadaNya, merasa nikmat bermunajat kepadaNya? Simaklah perkataan Sufyan Ibnu ‘Uyainah, “Apabila siang yang kulewati penuh dengan kesia-siaan, dan malam pun hanya diisi dengan tidur, maka apa yang bias kuperbuat dengan ilmu yang saya miliki ini?” Dan kita adalah pemilik ilmu yang pol itu. Tetapi belum benar-benar meresap dalam sanubari ini.
Berikut ini simaklah cerita seorang budak, yang jelas hidup dalam cengkeraman tuannya. Setidaknya cerita ini mirip dengan keadaan kita yang mengabdi menjadi karyawan sehari – harinya. Menjadi pesuruh, menjadi asisten, bias konsultan dan pekerjaan lain yang merupakan bagian dari mencari maisyah. Alkisah al-Hasan ibnu Huyayin menjual budak miliknya. Tatkala budak tersebut berada di rumah orang yang telah membelinya, dia bangun tengah malam untuk mengerjakan sholat. Dia juga membangunkan penghuni rumah tersebut agar ikut sholat malam, dan dia berkata kepada tuannya, “Ayo kerjakanlah sholat malam.”
Lalu mereka berkata kepada si budak, “Apakah fajar sudah terbit?”
Dia menjawab, “Tidak. Belum. Apakah kalian tidak pernah sholat kecuali sholat fardhu?”
Mereka menjawab, “Ya, kita hanya mengerjakan sholat fardhu.”
Lalu budak itupun kembali kepada al-Hasan ibnu Huyayin seraya berkata, “Wahai Tuanku, engkau telah menjualku kepada keluarga yang buruk. Mereka tidak pernah mengerjakan sholat malam. Bawalah aku kembali kepadamu.”
Dari ilmu kita berjaya. Dari kondisi kita juga lebih atas dari seorang budak tentunya. Tetapi untuk sholat malam banyak yang masih kedodoran. Memang Nabi SAW telah menjelaskan, sedikit memang orang yang bias menjalankan sholat malam ini. Tapi apakah kita tidak terpacu untuk menjadi yang sedikit itu?
Abu Muslim berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Dzar, ‘Manakah waktu yang paling utama untuk melakukan sholat malam?’ Dia menjawab, “Aku pernah mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah SAW seperti yang engkau tanyakan ini, lalu beliau bersabda, “Lakukan di sepertiga malam yang akhir atau tengah malam, tetapi sedikit orang yang mau mengerjakannya.’” (Rowahu Ahmad fi musnad)
Ayo terus maju.
Oleh: Ustadz.Faizunal Abdillah